Hukum Jual Beli Via Online

ads
Jual beli via online kini ini ialah salah satu sebuah pekerjaan yang sedang ngetrend. Jual Beli via telepon, media elektronik, atau internet disebabkan lantaran kemajuan teknologi komunikasi yang ketika ini sedang marak di masyarakat. Di masa yang kemudian transaksi jual beli terjadi bila ada pertemuan antara pembeli dan penjual di daerah tertentu. Namun di masa sekarang, transaksi jual beli juga bisa dilakukan melalui sambungan telepon, media elektronik maupun jaringan internet.

 kini ini ialah salah satu sebuah pekerjaan yang sedang ngetrend Hukum Jual Beli Via Online
ilustrasi jual beli online
Istilah wacana bisnis online, ketika ini juga sudah bukan merupakan hal yang gres lagi. Bisnis online merupakan bisnis yang dilakukan secara online melalui internet, dan tata caranya semua transaksi jual beli dilakukan secara online sesudah penjual dan pembeli sama-sama setuju. Masyarakat sering beranggapan bahwa melaksanakan transaksi jual beli lewat telepon / media elektronik/ internet lebih mudah daripada ketemu langsung, bahkan banyak yang bilang malah bisa mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah.

Barang-barang yang di perjualbelikan di dalam sebuah bisnis online beraneka ragam, mulai dari barang primer, sekunder, maupun barang-barang souvenir. Harganya juga bermacam-macam, mulai dari barang dengan budget ribuan hingga jutaan. Untuk pakaian, mebel furniture, kendaraan dan penjualan gadget, ketika ini menduduki peringkat teratas penjualan online. Sebenarnya bagaimana aturan jual beli via telepon, media elektronik atau internet? Berikut ialah sedikit info mengenai aturan jual beli via telepon, media elektronik, dan internet yang mungkin banyak ditanyakan para pembaca sekalian.

Sesungguhnya, awal dan inti dari jual beli secara online maupun offline ialah kata sepakat. Jika kata sepakat sudah disetujui oleh kedua belah pihak, maka aturan jual beli tersebut sudah sah. Adapun Pasal 1313 kitab undang-undang hukum pidana aturan perdata menyebutkan “suatu persetujuan ialah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.” Kaprikornus kesimpulannya, bila pembeli melaksanakan persetujuan atau kata sepakat dengan penjual maka terjadilah jual beli tersebut.

Sebenarnya persetujuan atau kata sepakat yang sah memerlukan 4 syarat (menurut Pasal 1320 kitab undang-undang hukum pidana aturan perdata), yaitu

1.) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.) Kecakapan untuk menciptakan suatu perikatan;

3.) Suatu pokok kasus tertentu;

4.) Suatu lantaran yang tidak dilarang.

Terjadinya persetujuan jual beli tersebut juga dinyatakan di dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi “jual beli dianggap telah terjadi segera sesudah orang-orang itu telah mencapai kesepakatan wacana barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.” Dalam hal ini apabila kita melaksanakan perjanjian jual beli melalui telepon/ media elektronik/ internet dengan memenuhi 4 syarat di atas dan sudah mencapai kesepakatan dengan penjual maka perjanjian tersebut dianggap sah.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hukum Jual Beli Online Dilihat Dari Segi Agama Islam

Jual-beli ialah kesepakatan mu’awadhah, yakni kesepakatan yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli, yang objeknya bukan manfaat, tetapi lebih kepada benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.

Rukun jual beli berdasarkan jumhur ulama :
1. Asda penjual.
2. Ada pembeli.
3. Ijab Kabul.
4. Barang yang diakadkan. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 3309)

Syarat sah jual beli itu ialah :
1. Syarat-syarat pelaku kesepakatan : bagi pelaku kesepakatan disyaratkan, berakal dan mempunyai kemampuan memilih. Kaprikornus orang gila, orang mabuk, dan anak kecil (yang belum bisa membedakan) tidak bisa dinyatakan sah.
2. Syarat-syarat barang yang diakadkan :

  • Suci (halal dan baik)
  • Bermafaat
  • Milik orang yang melaksanakan akad
  • Mampu diserahkan oleh pelaku akad
  • Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain)
  • Barang tersebut sanggup diterima oleh pihak yang melaksanakan akad. (Fiqih Sunnah juz III hal 123)


Jual beli barang yang tidak ditempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya. Kemudian kalau barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi kalau tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jualbelinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah yang artinya: ”barang siapa membeli sesuatuyang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar kalau ia telah melihatnya”.

Jual beli hasil tanaman yang masih terpendam , menyerupai ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, lantaran akan mengalami kesulitan atau kerugian  jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Dan dalam objek ditransaksi yang tidak diketahui kualitas dan kuantitasnya menyerupai memakai daerah mandi umum berdasarkan tarif yang ditentukan, tanpa diketahui jumlah air yang terpakai atau waktu penggunaan daerah mandi. Jadi, di sini bukan persyaratan yang sangat menentukan, tetapi yang menentukan kalau kedua belah pihak rela dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

Demikian juga jual beli barang yang telah terbungkus/tertutup. Seperti makanan kaleng, LPG, dan sebagainya, asalkan diberi label yang membuktikan isinya. Pada transaksi jualbeli secara online, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan didunia nyata, dilakukanoleh para pihak terkait, walaupun dalam jualbeli secara elektronik tidak bertemu secara pribadi satu sama lain,tetapi berafiliasi melalui internet. Ijab qobul bisa dilakukan melalui via sms atau e-mail, dan mencapai kesepakatan antara penjual dan pembeli.berikut ini hal-hal yang terkait dengan jualbeli via internet:
a.) Penjual atau pengusaha yang memperlihatkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha

b.) Pembeli dan konsumen yaitu setiap orang yang tidak tidak boleh oleh undang-undang yang mendapatkan penawaran dari penjual atau pelaku perjuangan dan cita-cita untuk melaksanakan transaksi jual beliproduk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku usaha.

c.) Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha, lantaran pada transaksi jualbeli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, lantaran mereka berada pada lokasi yang berbeda.

d.) Pelaku usaha/ penjual sebagai penyedia jasa layanan saluran internet.

Pelaksaan transaksi jual beli secara online ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:

a.) Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku perjuangan melalui website pada ineternet. Penjual atau pelaku perjuangan menediakan katalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku perjuangan tersebut sanggup melihat barang-barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu laba transaksi jual beli melalui di toko online ini ialah pembeli sanggup berbelanja kapan saj dan dimana saja tanpa dibatasi ruaang dan waktu. Penawaran melaui internet terjadi apabila pihak lain yang memakai media internet memasuki situs penjaual ,oleh lantaran itu,apabila seorang tidak memakai media internet dan memasuki situs milik pelaku perjuangan yang memperlihatkan sebuah produk maka tidak bisa dinamakan penawaran. Dengan demikan penawaran melalui media internet hanya sanggup terjadi apabila seseorang membuak situs internet.

b.) Penerimaan, sanggup dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail addrees, maka penerimaan dilakuakn melalui e-mail, lantaran penawaran hanya ditunjukkan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju. Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membukla website tersebut. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu itu sanggup menciptakan kesepakatan deangan penjual. Apabila cocok maka langkah selanjutnay pendaftaran atau pembayaran.

c.) Pembayaran, sanggup dilkuakan baik nsecara pribadi maupun tidak langsung, contohnya melalui akomodasi internet, namun tetap bertumpun pada sistem keuangan nasional, yang mengacu system local.

d.) Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan sesudah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang yang dimaksud. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikrimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaiman telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.

Jual beli melalui online (internet) yang bergotong-royong juga termasuk jual beli via telepon, sms dan alat telekomukikasi lainya, maka mareka yang terpenting ialah ada barang yang diperjual belikan, halal dan terang oleh miliknya, sebagaimana hadis Nabi (yang maknanya): "tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang" (HR. at-Turmudziy dan Abu Dawud).

Ada harga masuk akal yang disepakati kedua belah pihak, tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi (HR. al-Bukhariy dan Muslim). Prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antar kedua belah pihak, sebagaimana makna firman Yang Mahakuasa SWT: "...kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara saling rela di antara kamu..." (an-Nisaa' ayat 29). Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan kaidah fiqhiyyah tersebut maka jual-beli lewat online (internet) itu diperbolehkan, dan sah. kecuali kalau terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara hukumnya ditetapkan, yaitu haram.  Oleh lantaran itu kalau ada kasus terkait ketidaksesuaian barang antara yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku aturan transaksi pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah salah satu faktor yang sanggup menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan sanggup menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan lantaran adanya manipulasi atau penipuan.

Adapun keharaman jual beli via internet lantaran beberapa sebab :
1. Sistemnya haram, menyerupai money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online/ internet).

2. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi ialah barang yang diharamkan, menyerupai narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan.

3. Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.

4. Dan lainnya yang tidak membawa kemanfaatan tapi justru menjadikan kemudharatan.
Transaksi via goresan pena (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan goresan pena yang ditujukan kepada orang yang tidak berada di majelis transaksi. Kasus semacam ini dibolehkan oleh lebih banyak didominasi ulama lantaran adanya saling rela, meski kerelaan pihak kedua tidak pribadi terwujud. Hal ini tidaklah kasus asalkan ada qobul (penyataan mendapatkan dari pihak kedua) pada ketika surat hingga kepada pihak kedua. Inilah pendapat lebih banyak didominasi ulama. Tapi ada sebagian ulama Syafi’iyyah yang tidak membolehkannya.

Ijab dan qobul disyaratkan harus berturut-turut dan tolak ukur berturut-turut ialah kembali pada urf(kebiasaan masyarakat setempat). Menurut lebih banyak didominasi ulama (selain Syafi’iyyah), qobul tidak diharus sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan biar ada kesempatan untuk berpikir. Jika ijab itu via surat maka disyaratkan adanya qobul dari pihak kedua pada ketika surat hingga ke tangannya.

Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta tidak ada indikasi yang memperlihatkan bahwa salah satu pihak yang bertransaksi membatalkan transaksi.Menurut lebih banyak didominasi ulama pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama) boleh meralat ijabnya.
Banyak ulama kontemporer yang beropini bahwa transaksi dengan piranti-piranti modern ialah sah dengan syarat ada kejelasan dalam transaksi tersebut. Di antara mereka ialah Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i, Mushthofa az Zarqa’, Wahbah Zuhaili dan Abdullah bin Mani’.

Alasan beliau-beliau ialah sebagai berikut:
1. Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya transaksi via surat menyurat dan kalau ijab (penyataan pihak pertama) ialah sah sesudah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak.

2. Yang dimaksud dengan disyaratkannya ‘kesatuan majelis transaksi’ ialah adanya suatu waktu yang pada ketika itu dua orang yang mengadakan transaksi sibuk dengan kasus transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan ialah adanya dua orang yang melaksanakan transaksi jual beli dalam satu daerah dan waktu.

Berdasarkan klarifikasi tersebut maka majelis kesepakatan dalam pembicaraan via telepon ialah waktu komunikasi yang dipakai untuk membicarakan transaksi. Jika transaksi dengan goresan pena maka majelis transaksi ialah sampainya surat atau goresan pena dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika qobul tertunda dengan pengertian ketika surat hingga belum ada qobul dari pihak kedua maka transaksi tidak sah. Untuk sahnya jual-beli ini dipersyaratkan harga barang yang diperjual-belikan sudah terang walaupun dengan nilai yang lebih tinggi dari harga seandainya dibayar tunai dan waktu penyerahannya juga sudah ditentukan secara jelas.

0 Response to "Hukum Jual Beli Via Online"

Posting Komentar